Recycle Product collect :

Discount 20% For All Product → Recycle Product

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

MENGENAL MALARIA DAN MASALAH PENGENDALIANNYA LEBIH DEKAT


share this post


Susilowati Tana


Indonesia merupakan negara  yang memiliki banyak daerah yang merupakan kantong malaria, dengan karakteristik epidemiologi yang mungkin ‘terkaya’ di dunia. Pada banyak daerah, pemahaman terhadap permasalahan ini tak pernah tuntas karena kurangnya sumber daya terutama bagi penelitian epidemiologi, fasilitas laboratorium serta surveilans yang kurang handal. Penularan penyakit ini pada umumnya justru terjadi di daerah terpencil dan wilayah perkampungan dengan fasilitas kesehatan yang minim. Topografi daerah-daerah malaria pada umumnya adalah area pesisir dekat lagun dan kolam air atau area perbukitan dalam hutan atau perkebunan dan di sepanjang sungai musiman.
Dalam laporan Analisis Situasi Malaria di Kabupaten-kabupaten Proyek ICDC oleh Jan Rozendal dan Lukman Hakim, disebutkan bahwa untuk area pesisir dekat lagun dan kolam air, area beresiko bagi berkembangnya penyakit malaria adalah di tepi sungai, lagun, kolam-kolam sekitar hutan bakau, air tergenang dan empang. Di daerah-daerah seperti ini, kondisi yang memudahkan penularan malaria tergantung pada faktor-faktor seperti pasang surut air laut, penyebaran curah hujan dan hunian manusia. Penularan dapat terjadi dalam jarak beberapa ratus meter dari perindukan nyamuk, sehingga yang beresiko tinggi adalah masyarakat yang tinggal menetap di rumah-rumah di tempat tersebut. Laki-laki dewasa yang keluar rumah untuk memancing ikan/lobster dan mengumpulkan gula aren misalnya, akan beresiko kontak dengan vektor nyamuk. Sebaliknya, di area perbukitan atau perkebunan dan sepanjang sungai musiman, puncak kasus malaria terdapat pada daerah-daerah sepanjang sungai, atau dimana terdapat mata air terbuka. Pada musim kemarau, penularan sering terjadi di luar pemukiman dekat sumber-sumber air dan tempat pemandian (Mandi Cuci Kakus/MCK)  yang masih kerap digunakan oleh masyarakat pedesaan. Masyarakat yang tinggal di dekat area tersebut mempunyai resiko terjangkit. Desa-desa endemis malaria umumnya mengambil air untuk minum di mata air dari perbukitan dan dari sumur yang digali yang mulai mengering.  Di musim kemarau, tempat air tersebut menjadi perindukan dan tempat istirahat vektor dan masyarakat yang datang ke area tersebut menjadi beresiko untuk tergigit.
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus malaria di berbagai daerah di Indonesia dilaporkan meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2000 namun pada tahun 2001 sudah cenderung menurun. Menurut Rozendaal dan Hakim, peningkatan kasus ini kemungkinan disebabkan oleh kemudahan terjadinya kontak antara manusia dan nyamuk melalui pembukaan hutan, seperti penebangan pohon, perkebunan dan pertambangan; perluasan perkebunan di hutan – perbukitan (salak, kopi, coklat, karet) yang menjadi lingkungan bagi nyamuk; berkembangnya resistensi terhadap obat yang sering digunakan seperti Chloroquine dan juga menyebarnya resistensi tersebut serta mutu sistem pelayanan kesehatan yang menurun sejak krisis. Di Jawa Tengah dan Jogjakarta, wilayah Malaria adalah di Bukit Menoreh yaitu Kabupaten Kulon Progo, Purworejo dan Magelang.
Dalam workshop yang diselenggarakan Inisiatif Anti Malaria Indonesia (IAMI) di Novotel 18 Desember 2003 lalu, Kepala Sub Direktorat Malaria Departemen Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan tujuan dan strategi program pengendalian malaria. Tujuan program pengendalian malaria di Indonesia adalah untuk mengurangi tingkat kesakitan dan kematian akibat malaria di daerah beresiko, dengan target 25 per 1000 penduduk. Pada tahun 2005 diharapkan tingkat kesakitan dan kematian malaria di Indonesia dapat diturunkan sebesar 50% dari tahun 2000. Untuk mencapai tujuan tersebut, Dr. Ferdinand Laihad menyampaikan 4 strategi kegiatan yang akan dilaksanakan Departemen Kesehatan Pusat. Pertama adalah memperkuat kemampuan kabupaten dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi upaya pemberantasan malaria yang sesuai dengan kondisi lokal melalui surveillans terpadu, memperkuat manajemen logistik obat dan sumber daya dan pemberantasan vektor berdasarkan data. Strategi kedua adalah meningkatkan kemampuan fasilitas kesehatan untuk mendiagnosa dan mengobati kasus di daerah beresiko melalui peningkatan mutu diagnosa dan pengobatan malaria dan meningkatkan kemampuan menentukan kegagalan pengobatan. Strategi ketiga adalah meningkatkan upaya promosi untuk   memperkuat upaya perlindungan diri masyarakat berupa perilaku untuk mencari pengobatan dan cara-cara mencegah penularan melalui survei perilaku masyarakat, pemberdayaan masyarakat, kemitraan, advokasi dan kampanye. Strategi keempat adalah meningkatkan upaya pencegahan penularan dan pengendalian KLB dan menurunkan penularan melalui survei dinamika penularan dan pemetaan daerah resiko malaria, pemberantasan vektor yang selektif dan peningkatan kemampuan deteksi dan penanggulangan KLB. Lebih lanjut, dr. Laihad menyampaikan standar diagnosa dan pengobatan malaria, yang tergantung pada resistensi parasit malaria terhadap chloroquin dan primakuin. Untuk daerah yang resisten terhadap chloroquin dan Fansidar, digunakan kombinasi dengan artesunat. Daerah-daerah di Indonesia dengan Plasmodium falciparum resisten terhadap Chloroquin dan Fansidar adalah Papua (Kabupaten Jayapura dan Mimika), Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur dan Alor), Maluku Utara (Kabupaten Malut), Maluku (??), Kalimantan Barat (Kabupaten Landak), Lampung (Kabupaten Lampung Selatan), Sulawesi Utara (Kabupaten Minahasa), Kalimantan Timur (Pasir Putih), Jawa Tengah (Kabupaten Purworejo dan Banjarnegara), DIY (Kabupaten Kulon Progo) dan Nangroe Aceh Darusalam (Kabupaten Sabang??).
Tabel  Perbedaan Antara Daerah Sensitive Chloroquin dengan Daerah Resisten Chloroquin
Daerah sensitive Chloroquin dan SP
Daerah resisten Chloroquin dan SP

Diagnosis Malaria

Klinis/ tersangka malaria, bila :
·         Demam atau riwayat demam 24 jam, sakit kepala, splenomegali, menggigil dan berkeringat.
Pemeriksaan laboratorium :
·         Sediaan darah tebal dan tipis.
·         Positif bila ditemukan parasit aseksual dalam darah tepi.
·         Negatif bila tak ditemukan parasit aseksual di darah tepi pada 100 lapangan pandang besar.
Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (tes diagnosa cepat) bagi Plasmodium falciparum.
Pengobatan Radikal.
Klinis/tersangka malaria bila :
·         Demam atau riwayat demam 24 jam, sakit kepala, splenomegali, menggigil dan berkeringat.
Pemeriksaan laboratorium :
·         Sediaan darah tebal dan tipis.
·         Positif bila ditemukan parasit aseksual dalam darah tepi.
·         Negatif bila tak ditemukan parasit aseksual di darah tepi pada 100 lapangan pandang besar.
Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (tes diagnosa cepat) bagi Plasmodium falciparum.
Pengobatan radikal.
Pengobatan Tersangka Malaria
Chloroquin dan Primakuin.
Chloroquine dan Primakuin.
Bila positif Plasmodium falciparum ditambah Fansidar.

Pengobatan Malaria

Plasmodium falciparum tak berat:
1.             Chloroquin dan Primakuin.
2.             SP dan Primakuin.
3.             Quinine dan Primakuin.
Profilaksis:
1.             Chloroquine.
2.             Doxycicline.
Plasmodium falciparum berat:
1.             Chloroquine im.
2.             Quinine per infuse.
Ibu hamil Plasmodium falciparum tak berat:
1.             Chloroquine.
2.             Quinine.
Ibu hamil Plasmodium falciparum berat :
1.             Chloroquine injeksi.
2.             Quinine injeksi.
Plasmodium vivax :
  1. Chloroquine dan primakuin.
  2. Quinine dan primakuin.
Plasmodium falciparum tak berat:
1.          Kina dan SP dan Primakuin.
2.          Kina dan Doxy dan Primakuin.
Profilaksis:
1.          Doxyciclin.
Plasmodium falciparum berat:
1.          Quinine per infuse.
Ibu hamil Plasmodium falciparum tak berat
1.          Quinine
Ibu hamil Plasmodium falciparum berat :
1.          Quinine injeksi.
Plasmodium vivax :
1.          Chloroquine dan primakuin.
2.          Quinine dan primakuin.
 
Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan cara memberantas vektor secara tepat melalui survei dinamika, pemberantasan nyamuk dewasa melalui penyemprotan, pemberantasan jentik nyamuk melalui larvaciding (pemberantasan jentik nyamuk), manajemen lingkungan, pencegahan gigitan nyamuk dan pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 2003, Departemen Kesehatan Pusat sendiri melakukan kegiatan-kegiatan seperti monitoring efficacy di beberapa propinsi, studi tentang obat anti malaria di Timika dan daerah lain, pemetaan daerah endemis malaria berdasarkan faktor resiko, pelatihan dinamika penularan dan distribusi media kampanye penyuluhan kesemua propinsi dan kabupaten di Indonesia. Sedangkan rencana kegiatan pada tahun 2004 diantaranya adalah memperkenalkan obat anti malaria baru di beberapa propinsi, memperluas monitoring efficacy ke propinsi lainnya, melanjutkan studi obat anti malaria baru, pemberantasan vektor sesuai data epidemiologi dan entomologi di beberapa kabupaten, pelatihan dinamika penularan oleh propinsi, pelatihan entomologi dan mikroskopis tingkat nasional, pengembangan media kampanye di propinsi dan kabupaten, dan pemberdayaan masyarakat. Departemen Kesehatan Pusat melakukan fasilitasi dengan menyediakan obat  anti malaria alternatif, mendukung pelatihan tenaga dalam pengenalan obat baru, mendukung pelatihan dinamika penularan dalam menentukan pemberantasan vektor yang sesuai, melakukan bimbingan teknis untuk daerah dan membantu kegiatan penanggulangan KLB.
 
Malaria di Yogyakarta
Malaria di Yogyakarta terutama merupakan masalah bagi Kabupaten Kulon Progo yaitu di Bukit Menoreh, dan daerah perbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Magelang. Di Kabupaten Sleman, malaria banyak dijumpai di perbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Magelang. Di Kabupaten Gunung Kidul, kasus malaria telah dilaporkan di Krakal, setiap tahun selama 3 tahun terakhir berturut-turut. Di Sleman, kasus malaria cenderung meningkat sejak tahun 1998 disertai dengan meluasnya wilayah yang terjangkit, yang fokus utama adalah di perbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo dan Magelang.  Pada tahun 2003, terjadi KLB di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Di kabupaten ini, beberapa faktor yang mendukung tingginya kasus malaria adalah perkebunan salak pondoh, perkebunan coklat dan aliran sungai di hutan Menoreh yang pada musim kemarau menjadi genangan air.  Akibatnya tempat perindukan menjadi banyak dan pemetaan sulit dilakukan dan pemberantasan vektor menjadi tidak tuntas. Perilaku masyarakat yang mendukung tingginya kasus adalah kebiasaan orang keluar malam, pola tanam dan sistem irigasi yang tidak terpelihara, minum obat malaria tidak tuntas, anggapan bahwa penyemprotan yang dilakukan di perkebunan akan mengganggu pembuahan dan juga kebiasaan beli obat di warung. Di Kabupaten Kulon Progo, angka kesakitan dan jumlah kasus malaria positif per 1000 orang masih tinggi. Di kabupaten ini, terdapat kecenderungan terjadi KLB karena lingkungan yang sangat mendukung tingginya penularan. Topografis kabupaten ini sangat mendukung perindukan nyamuk. Perilaku masyarakatnya dalam pencegahan gigitan dan juga dalam minum obat malaria masih belum memadai.
Malaria merupakan masalah kesehatan yang serius karena dampaknya pada produktivitas masyarakat dan lingkaran kemiskinan. Penelitian saya di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan bahwa penyakit malaria menyebabkan 75%-90% rumah tangga yang diwawancarai merasa terganggu pekerjaan/sekolahnya. Penyakit ini juga menghabiskan banyak biaya, karena rata-rata uang yang harus dikeluarkan anggota rumah tangga mencapai 50% - 65% penghasilan perorang perbulan. 60% - 70% penduduk yang terjangkit tidak mempunyai asuransi kesehatan apapun untuk membiayai pengobatan dan perawatan mereka. Bahkan 50% masyarakat miskin tidak mempunyai jaminan kesehatan dan rentan secara ekonomis bila terjangkit malaria. Pada tahun 1995, seperti kabupaten-kabupaten lainnya di Indonesia, terjadi peningkatan kasus malaria. Pada tahun 1998, jumlah kasus  bahkan meningkat secara drastis beberapa kali setiap tahunnya. Juga terjadi perluasan area malaria dari tahun ke tahun kearah dataran rendah. Tingkat kematian tertinggi dijumpai di Kecamatan Kokap dan Samigaluh. Masalah malaria di kabupaten ini memang  tidak bisa terlepas dari 2 kabupaten di Menoreh, yaitu Magelang dan Purworejo. Area endemis malaria di Kabupaten Kulon Progo terletak di lokasi bukit yang susah dijangkau. Di bukit- bukit ini memang terdapat banyak hutan yang menjadi tempat istirahat nyamuk dan oleh karena itu sulit untuk diberantas. Di sekitar pemukiman penduduk terdapat tanaman coklat dan salak yang juga menjadi tempat istirahat nyamuk. Pemberantasan larva nyamuk disini dianggap tidak efektif karena akan memakan biaya yang amat mahal, karena perindukan yang tersebar luas sepanjang sungai di Bukit Menoreh. Dengan kondisi topografi seperti ini, dijumpai banyak tempat perindukan dengan vektor yang bermacam-macam. Pengendalian nyamuk masih terbatas pada nyamuk dewasa karena pengendalian terhadap jentik masih belum mungkin dilakukan. Kondisi topografis seperti ini pula yang mengakibatkan pengobatan dini dan lengkap bagi penduduk yang terjangkit malaria menjadi sulit. Kesulitan terutama dijumpai di daerah yang sulit dijangkau karena harus melewati hutan yang berbukit-bukit. Dengan topografi yang seperti itu, pengendalian malaria di kabupaten ini sangat terbantu oleh keberadaan Juru Malaria Desa yang bertugas berkeliling untuk mendeteksi kasus dan mengobatinya sedini mungkin.
 
Malaria di Banjarnegara
Malaria cenderung meluas secara geografis dan terdapat kenaikan tajam jumlah pasien malaria dari tahun ke tahun. Seperti halnya apa yang terjadi di daerah-daerah endemis malaria lainnya di pulau Jawa, peningkatan yang sangat bermakna terjadi pada tahun 2002, kemudian jumlah kasus mulai menurun. Malaria di Banjarnegara juga terkonsentrasi di beberapa area. Kecamatan-kecamatan dengan jumlah kasus malaria positif per 1000 orang tertinggi tahun 2000 dan 2002 adalah Banjarmangu, Madukara, Punggetan, Pagedongan dan Bawang.  Malaria di Banjarnegara hanya dijumpai di perbukitan, tidak di dataran rendah / area pertanian dan sulitnya, situasi malaria di Banjarnegara berbeda dari satu lembah ke lembah yang lain. Di Banjarmangu yang merupakan kecamatan paling endemis selama bertahun tahun, area paling endemis terletak di perbukitan dengan ketinggian antara 400 sampai 650 meter. Seluruh desa di area ini dipenuhi oleh perkebunan salak. Menurut pengamatan Jan Rozendaal dan Lukman Hakim, hubungan dengan musim hujan / kemarau di daerah inipun belum terlalu meyakinkan namun berkaitan dengan curah hujan. Untuk mengetahui fluktuasi musiman (MPI) di Banjarmangu, mereka menyarankan analisa per dusun! Alasannya karena setiap dusun mempunyai fluktuasi yang berbeda dan sebagian besar vektor yang berbeda dengan habitat dan musim yang berbeda pula. Akibat dari semua faktor ini adalah bahwa musim KLB sulit untuk diprediksi. Menurut kedua ahli ini, Anopheles balabacensis berkembang di sekitar perkebunan salak dan hutan berupa rembesan air yang terlindung, yang airnya tidak mudah tergelontor oleh hujan lebat dan kemungkinan besar ada pada akhir musim hujan, namun juga dijumpai pada akhir musim kemarau dekat sumber-sumber air permanen.  Anopheles maculates bertelur di genangan air yang terbuka/tidak terlindung maupun di kolam-kolam yang mengering dan kemungkinan besar ada pada awal dan akhir musim kemarau. Di musim hujan air dengan mudah meluap keluar dari kubangan saat hujan lebat. Sehingga hujan deras selama musim kemarau mungkin dapat mencegah KLB.
Di Dusun Karang Sengon yang merupakan dusun yang paling endemis, semua kelompok umur dan kelamin beresiko terkena malaria. Jan Rozendaal dan Lukman Hakim mewawancarai 20 pasien dan menyimpulkan  bahwa sebagian besar infeksi terjadi di dalam desa atau lingkungan di sekitarnya. Di dusun ini, meskipun semua orang tidur di rumah, mereka juga mengunjungi  tempat Mandi Cuci Kakus (MCK) di luar desa menjelang fajar antara pukul 04.30 sampai 06.00 dan sore hari antara pukul 17.00 dan 20.00. Banyak orang digigit saat berada dalam dan sekitar rumah serta tempat MCK tersebut. Tempat perindukan nyamuk ditempat ini adalah di sumber air dekat dan di perkebunan salak dan tempat-tempat ini merupakan tempat sempurna untuk per-tumbuhan vektor. Selain itu, dijumpai banyak rumah berada dekat perkebunan salak dimana terdapat perindukan Anopheles balabacensis. Anopheles maculates ditemukan selama musim kemarau di aliran air terbuka atau sungai sungai kecil.
Banjarnegara merupakan satu-satunya kabupaten yang mengalami perkembangan pesat akan proses diagnosis dan pengobatan efektif. Strategi kuncinya ada pada Juru Malaria Desa. Sampai tahun 2000, mungkin karena krisis ekonomi, Juru Malaria Desa di Kecamatan Banjarmangu banyak yang tidak aktif. Namun pada tahun 2002, mereka mulai aktif mendiagnosa dan penderita Malaria falciparum diberi Fansidar  dengan dosis yang memadai. Memang menurut studi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan propinsi, Fansidar masih efektif lebih dari 95% kasus. Menurut Jan Rozendaal dan Lukman Hakim, diagnosa dan pengobatan efektif yang dilakukan oleh Juru Malaria Desa harus dikembangkan dan diperluas ke seluruh dusun endemis di Banjarmangu dan menjadi pilar utama pengendalian malaria. Perbaikan yang  berkelanjutan pada sistem Juru Malaria Desa dengan diagnosa dini dan pengobatan cepat dengan Fansidar akan mengeliminasi carrier (pembawa) parasit di masyarakat dan akan menurunkan kasus malaria. Larvaciding (pemberantasan jentik) yang disemprotkan ke kolam- kolam merupakan tindakan yang kurang tepat di Banjarnegara, karena kolam di dalam dan di dekat sawah merupakan tempat perindukan An. aconites dan An. barbirostris, yang bukan merupakan vektor utama yang relevan untuk dikendalikan! Larvaciding dapat dilakukan pada akhir musim kemarau di dekat tempat MCK dan kolam-kolam tergenang setelah adanya pelatihan petugas pelaksana larvaciding yang menemukan dan memastikan tempat perindukan vektor secara tepat. Penyemprotan rumah/indoor residual spraying sebelum KLB adalah penting tetapi ini tidak mungkin dilakukan bila kurang memahami ekologi (lingkungan hidup) nyamuk. Penyemprotan juga merupakan intervensi yang mahal, yang berbiaya sekitar Rp. 40.000 – 50.000 per rumah. Penyemprotan ini sering tidak efektif karena waktu penyemprotan yang salah, penularan terjadi di luar rumah dan tidak ada supervise pelaksanaan penyemprotan dari petugas. Di daerah ini, Jan Rozendaal dan Lukman Hakim menyarankan penyemprotan hanya dilakukan di bulan Desember – Januari di dusun HCI (High Case Incidence) dengan riwayat KLB di musim hujan.
Secara umum, solusi bagi kondisi di Banjarnegara tergantung pada zona. Misalnya di Banjarmangu, strategi yang perlu dikembangkan adalah penemuan lokal kasus dan pengobatan; penyemprotan, larvaciding dekat MCK di bulan Agustus sampai dengan September, dan suplai air di pipa untuk   mencegah keluar malam ke tempat MCK. Di Madukara, strategi yang perlu diperkuat adalah penemuan lokal atau  pengobatan, disertai dengan penyemprotan. Di Pagedongan, strategi yang perlu diperkuat adalah penemuan lokal   dan pengobatan;  pipa untuk suplai air, larvaciding dimusim kemarau dan menghindari area cuci pada malam hari di musim kemarau.
Berbagai Intervensi Pengendalian Malaria dan Prakondisi Masing-Masing Agar Efektif Mencapai Tujuan
 
Kapan Juru Malaria Desa Harus Dipertimbangkan?
Salah satu masalah dalam pengendalian malaria adalah pengobatan sendiri yang dilakukan penderita dengan menggunakan obat yang salah dan dosis yang tidak tepat. Juru Malaria Desa, dibantu dengan laboratorium dapat melakukan diagnosa dan pengobatan yang benar sekaligus memberi penyuluhan kesehatan. Juru Malaria Desa juga terbukti efektif dan wajib menjadi strategi pokok pengendalian malaria di Pulau Jawa. Juru Malaria Desa ini sangat diperlukan, karena mudah diakses oleh masyarakat dan tinggal di setiap dusun berkasus malaria.
 
Kapan Kelambu Harus Dipertimbangkan?
Kelambu akan efektif bila nyamuk vektor benar-benar masuk rumah. Kelambu sering menjadi tidak efektif karena penularan dapat terjadi di alam terbuka, penularan terjadi di dekat rumah pada pagi hari atau penularan terjadi di area lain di luar desa. Keputusan untuk kelambunisasi membutuhkan informasi tentang perilaku menggigit nyamuk dan tempat penularan dan pengetahuan tentang fluktuasi pada musim-musim tertentu.
 
Kapan Penyemprotan Harus Dipertimbangkan?
Penyemprotan akan efektif hanya jika penularan terjadi di dalam rumah. Penyemprotan itu sendiri hanya bertahan selama kurang lebih 3 bulan dan penentuan waktu penyemprotan yang tepat adalah penting sebelum terjadi penularan. Untuk melakukan penyemprotan dibutuhkan pengetahuan tentang tempat istirahat nyamuk dan area penularan dan pengetahuan tentang fluktuasi pada musim musim tertentu.
 
Kapan Larvaciding Harus Dipertimbangkan?
Spesies nyamuk perlu diketahui dan diidentifikasi atau dilakukan pemetaan tempat perindukan nyamuk di tiap-tiap musim. Larvaciding akan efektif bila perindukannya mudah dicapai, perindukan di area yang kecil, dan efek larvaciding hanya bertahan tidak lebih dari 2 bulan. Larvaciding tidak menimbulkan dampak residu, namun kontrolnya perlu diadakan setiap 2 bulan sehingga keputusan untuk melakukan intervensi ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam kenyataan, larvaciding ini sulit dilakukan secara optimal, karena perindukan biasanya tersebar dimana-mana dan sulit untuk menentukan waktu yang tepat. Untuk melakukan larvaciding, dibutuhkan pengetahuan tentang area perindukan vektor dan hubungannya dengan curah hujan.
 
Kapan Manajemen Lingkungan Harus Dipertimbangkan?
Manajamen Lingkungan akan efektif dalam usaha memerangi malaria, jika sebelumnya diperoleh konfirmasi tentang tempat penularan malaria yang sebenarnya selama masa KLB.
 
Sumber: Rozendaal dan Hakim (2003)
 

Isu-isu Penting Dalam Pengendalian Vektor Malaria

 
1.       Dalam jangka pendek perlu diperbaiki cara diagnosa dan pengobatan penyakit malaria.
a.       Semua pasien dengan gejala malaria klinis diberikan pengobatan malaria ‘presumptive’ dengan dosis Chloroquine.
b.       Hanya pasien yang memiliki ‘hasil’ laboratorium malaria P. falciparum dapat menerima pengobatan intensif dengan Fansidar. Resiko berkembangnya resistensi dengan menggunakan pengobatan tunggal dengan Fansidar juga terbukti rendah.
c.       Jika kegagalan pengobatan terdeteksi, kombinasi obat baru seperti Artesunate Amodiaquine harus segera diberikan.
d.       Pasien di daerah tanpa deteksi kasus dan laboratorium tidak dapat menerima pengobatan apapun.
e.       Perlu diperbaiki ketersediaan diagnosa yang cepat dan pengobatan yang tepat diseluruh desa-desa endemis.
                     i.      Laboratorium dengan double blind cross checking di seluruh puskesmas endemis.
                   ii.      Di daerah terpencil yang bermasalah, uji Rapid Diagnostic (diagnosa cepat) dapat dipertimbangkan untuk melakukan diagnosa secara cepat. Namun slide darah juga harus dikumpulkan dan dikirim ke puskesmas 2 kali seminggu atau jika tidak memungkinkan, Juru Malaria Desa mewarnai sediaan darah dengan Giemsa.
2.       Strategi pemberantasan vektor harus didasarkan pada cukup bukti, sehingga dibutuhkan surveilans yang lebih baik, survei malaria dan riset operasional. Juru Malaria Desa harus dilengkapi dengan prosedur laporan (formulir) standar untuk perbaikan surveilans. Pada area-area tanpa kemajuan perlu dilakukan usaha reduksi malaria dengan melakukan :
a.       Survei komprehensif terhadap malaria untuk menganalisa penyebabnya: Resistensi obat? Kapasitas nyamuk yang tinggi? Atau faktor lain?
b.       Riset operasional untuk meningkatkan/mengevaluasi metode.
c.       Tindakan pengendalian khusus misalnya penentuan waktu pengendalian nyamuk.
3.       Disertai dengan penyuluhan kepada masyarakat untuk menghindari nyamuk.
 
Sumber: Rozendaal dan Hakim (2003)
 

Fakta dan Asumsi Dasar dalam Pengendalian Malaria

 
Penularan malaria tidak dimungkinkan jika seluruh pasien dideteksi dan diobati dengan pengobatan intensif dalam 12 hari sejak demam pertama, karena gametocytes (sel kelamin) hanya terjadi setelah 12 hari.
 
Chloroquine efektifitasnya kurang dari 50% karena penggunaan tidak tepat dosis 3 hari dan resistensi yang tinggi. Pasien dengan kegagalan pengobatan akan mengembangkan gametocytes dan menjadi ‘reservoar’ (sumber penularan).
 
Pasien melapor kepada Juru Malaria Desa beberapa hari setelah demam pertama dialami untuk pengobatan cuma-cuma atau dengan biaya sangat murah atau disubsidi pemerintah. Jika tidak ada Juru Malaria Desa, mereka minum obat sendiri di apotik. Pasien hanya datang ke puskesmas setelah kegagalan pengobatan (berulang) setelah minum obat sendiri atau pengobatan presumptive menggunakan Chloroquin.
 
Asumsi: Jika 100% pasien terdeteksi oleh Juru Malaria Desa dan diobati dalam 12 hari menggunakan Fansidar, maka malaria akan lenyap!
 
Sumber: Rozendaal dan Hakim (2003)
 
Terima kasih kepada dr. Ferdinand Laihad, dr. Jan Rozendaal, Pak Lukman Hakim,          dr. Hari Purnomo, dr. Bimo W, Dinas Kesehatan Propinsi DIY, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo atas informasi yang menjadi dasar penulisan artikel ini.

Comments :

1
Lilian Wale said...
on  

Ada beberapa solusi alami yang dapat digunakan dalam pencegahan dan menghilangkan diabetes secara total. Namun, satu-satunya aspek paling penting dari rencana pengendalian diabetes adalah mengadopsi gaya hidup sehat Kedamaian Batin, Nutrisi dan Diet Sehat, dan Latihan Fisik Reguler. Keadaan kedamaian batin dan kepuasan diri sangat penting untuk menikmati kesehatan fisik yang baik dan atas semua kesejahteraan. Kedamaian batin dan kepuasan diri adalah kondisi pikiran yang adil. Orang dengan penyakit diabetes sering menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif. Saya didiagnosis menderita diabetes pada tahun 2000. Sedang bekerja merasa sangat lelah dan mengantuk. Saya meminjam glukometer dari rekan kerja dan diuji pada 760. Segera pergi ke dokter saya dan dia memberi saya resep seperti: Insulin, Sulfonamides, tetapi saya tidak bisa mendapatkan penyembuhan daripada mengurangi rasa sakit dan menghilangkan rasa sakit lagi. Saya menemukan nama kesaksian wanita Comfort online bagaimana Dr Akhigbe menyembuhkan HIV-nya dan saya juga menghubungi dokter dan setelah saya minum obatnya seperti yang diperintahkan, saya sekarang benar-benar bebas dari diabetes oleh dokter jamu Akhigbe. Jadi pasien diabetes yang membaca kesaksian ini untuk menghubungi emailnya drrealakhigbe@gmail.com atau Nomornya +2348142454860 Ia juga menggunakan ramuan herbalnya untuk penyakit seperti: Gigitan SPIDER, SCHIZOPHRENIA, LUPUS, DEMAM BERDARAH, MALARIA, INFEKSI EKSTERNAL, UMUM DINGIN, DASAR GABUNGAN, DASAR BAYAM, GERAKAN, STROKE, STROKE TUBERKULOSIS, PENYAKIT PERUT. ECZEMA, PROGERIA, MAKAN GANGGUAN, INFEKSI RESPIRATORI RENDAH, DIABETIKA, HERPES, HIV / AIDS,; ALS, DIARRHEA KABEL, KABEL, KANKER, MENINGITIS, HEPATITIS A DAN B, THYROID, ASCEMA, PENYAKIT HARI, KABUPATEN. AUTISM, NAUSEA Muntah ATAU DIARE, PENYAKIT GINJAL, EREKSI LEMAH. MATA TWITCHING MENSTRUATION PAINFUL ATAU IRREGULAR. Akhigbe adalah pria yang baik dan dia menyembuhkan semua tubuh yang datang kepadanya. di sini adalah email drrealakhigbe@gmail.com dan Nomornya +2349010754824

Post a Comment

 
Design by Piet Puu and Special Thanks for emailmeform