Recycle Product collect :

Discount 20% For All Product → Recycle Product

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

EPIDEMI HIV/AIDS DI INDONESIA


share this post


Kasus-kasus HIV di Indonesia:
Kasus AIDS di Indonesia pertama kali dilaporkan di Bali pada seorang turis asing laki-laki padatahun 1987.
  • Berdasarkan studi di Jakarta tahun 2003, sebagian besar IDUs aktif secara seksual; 40% di antaranya rajin menggunakan diantara PSK dalam setahun terakhir; dan 88% jarang/tidak pernah menggunakan kondom sebagai pengaman. Di Surabaya, 70% IDUs tidak memakai kondom.
  • Di Indonesia, kasus HIV pada PSK di Sorong, Papua meningkat dari 0.5% tahun 1998 menjadi 23% tahun 2005.
  • Angka HIV di antara IDUs di Jakarta melonjak dari 16% pada tahun 1999 menjadi hampir 50%  pada tahun 2001 dan 73% sampai Desember 2007.
  • Peningkatan transmisi HIV juga terjadi di balik terali besi. Pada tahun 2005, 3% narapidana di tahanan Propinsi Lampung mengidap HIV, sedangkan di Propinsi Banten angkanya lebih besar, yaitu 36%.
  • Jumlah orang terinfeksi HIV/AIDS sepanjang tahun 2007 adalah sebanyak 3.874 (927 HIV, 2.947 AIDS) dengan kematian berjumlah 500 orang.
  • Jumlah kasus HIV/AIDS sejak 1 Juli 1987 sampai dengan 30 Desember 2007 adalah 17.207 (6.066 HIV, 11.141 AIDS) dengan kematian berjumlah 2.369.
  • Menurut laporan Departemen Kesehatan sampai dengan Desember 2007, 5 propinsi dengan kasus AIDS terbanyak adalah DKI Jakarta (3.048), Jawa Barat (1.675), Papua (1.339), Jawa Timur (1.091) dan Bali (735).
  • Dari kelima propinsi diatas, persentase jumlah IDUs pada kasus HIV/AIDS sampai tahun 2007 di Papua adalah yang paling rendah (0.3%), sedangkan yang tertinggi adalah Jawa Barat (81%).

Penyebaran HIV Indonesia Tercepat di Asia
Oleh Reh Atemalem Susanti, Tempo Interaktif, 12 Desember 2007
Jakarta: Penelitian terkini tentang epidemi HIV dan AIDS menunjukkan tingkat penyebaran virus HIV di Indonesia adalah salah satu yang paling cepat peredarannya di Asia. 
“Indonesia harus lebih peduli dengan perkembangan ini,” ujar perwakilan Unesco untuk Indonesia Marcoligi Corsi saat memberikan sambutan pada Lokakarya Nasional Penelitian HIV dan AIDS di Jakarta, Rabu (13/12.
Selain Indonesia, negara di Asia yang HIV-nya berkembang cepat yaitu India, Srilanka dan Thailand. “Namun Thailand berhasil menekan HIV dengan dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat, “ujar Spesialis Media Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Ajianto Dwi Nugroho.
Sekretaris KPAN Nafsiah Mboi menyatakan, peningkatan tersebut terjadi karena masyarakat sudah mulai melaporkan kejadian HIV dan AIDS di lingkungannya. Tingginya tingkat penyebaran HIV di Indonesia karena pendataan pada tahun-tahun sebelumnya kurang intensif, dan sekarang mulai baik. “Masyarakat sudah mulai belajar menerima HIV dan tidak selalu memberikan stigma buruk kepada Orang dengan HIV/AIDS (Odha),” katanya.
 
Perkembangan kasus HIV di Indonesia mengalami pola perubahan dalam hal:
 
1.       Mode transmisi. Selama beberapa tahun setelah kasus pertama pada tahun 1987, kasus HIV banyak ditemukan sebagai implikasi perilaku seksual sesama laki-laki. Namun model penularan ini mengalami perubahan pada pertengahan tahun 1990an  ketika jarum suntik mulai dikenal luas di antara para pecandu narkoba.
2.       Sasaran/populasi rentan HIV. Oleh karena pada masa-masa awal epidemi HIV ditularkan melalui hubungan seks sesama jenis, maka laki-laki (terutama laki-laki homoseksual) menjadi populasi paling rentan terhadap penularan virus ini. Tetapi kemudian pola ini berubah. Pada tahun 2005, 21% dari total infeksi baru terjadi pada perempuan. Angka ini lebih besar di Papua, yaitu mencapai 44% dari total infeksi baru.
3.       Persebaran geografis epidemi. Jika pada awal epidemi kasus HIV/AIDS hanya ditemukan di kota-kota besar padat penduduk, tren saat ini meluas ke daerah pedesaan dan pinggiran. Penelitian yang dilakukan pada 2005 menunjukkan kasus AIDS di 29 dari total 31 propinsi (saat itu Banten belum menjadi propinsi tersendiri), sedangkan kasus HIV ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia.
Hal-hal yang menjadi tantangan bagi Indonesia dalam upaya penanggulangan penyebaran virus HIV/AIDS:
1.       Kondisi geografis dan diversifitas penduduk. Indonesia menjadi negara terpadat keempat, dengan lebih dari 206 juta penduduk, sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 17.000 pulau membentang dari Sabang sampai Merauke. Hal ini berimplikasi pada lebarnya ketimpangan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Contohnya adalah akses penduduk terhadap alat komunikasi (yang akan mempengaruhi mutu dan jumlah informasi yang mereka terima) dan layanan kesehatan yang tidak memadai.
2.       Menjamurnya industri seks yang tidak terkontrol dan rendahnya penggunaan kondom. Diperkirakan ada ± 250.000 pekerja seks (yang meliputi laki-laki, perempuan dan transjender) dan ± 8.5 juta laki-laki yang menjadi pelanggan tetap industri seks di Indonesia.
3.       Terhenti atau terhambatnya upaya meminimalisasikan IDUs. 70-80 % kasus HIV baru di Indonesia terjadi pada IDUs. Telah dilakukan berbagai upaya menurunkan persentase ini, tetapi karena mereka sangat sulit dijangkau, hasil yang dicapai pun kurang maksimal.
4.       Pengetahuan yang tidak selalu diikuti perilaku. Beberapa penelitian pada pelaut, pelajar SMA, IDUs dan sopir truk di Indonesia menemukan, meskipun mengetahui bahaya seks tanpa pengaman dan bahwa bahaya tersebut dapat diminimalisir dengan kondom tapi mereka mengaku masih jarang menggunakan kondom ketika berhubungan seks. Hal yang sama juga terjadi pada perilaku berbagi jarum suntik; meskipun tahu akan bahaya penularan berbagai penyakit, para IDUs tetap gemar berbagi jarum suntik. 
5.       Dampak-dampak dari krisis moneter akhir 90-an. Dampak krisis moneter yang mempengaruhi lambatnya upaya pemberantasan virus HIV antara lain:
§         Kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan meningkatnya migrasi tenaga kerja/buruh kasar yang umumnya memiliki perilaku seksual berisiko tinggi. Kemiskinan juga menjadi faktor penting masuknya perempuan ke sektor pekerjaan kasar dan semakin rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
§         Kapasitas layanan kesehatan yang minim.
6.       Stigma dan diskriminasi. Stigma dan diskriminasi menyebabkan orang enggan mengetahui status HIV mereka dan populasi rentan terinfeksi HIV cenderung memilih pengobatan sendiri atau dari penyedia layanan kesehatan swasta yang lebih mahal daripada menggunakan fasilitas kesehatan publik yang tersedia (contoh: askes, puskesmas, rumah sakit umum daerah, dsb).
7.       Ketimpangan jender. Ada pandangan umum yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini menyebabkan perempuan lebih berisiko untuk terinfeksi HIV dan terbatas dalam mendapatkan akses pengobatan serta perawatan.
Sebagai pelindung, pembela dan pembawa amanat rakyat, persoalan mengenai epidemi HIV ini tentunya juga menjadi perhatian pemerintah. Berikut uraian singkat mengenai respon pemerintah terhadap epidemi HIV selama ini:
§    1985: Departemen Kesehatan membentuk kelompok kerja, bahkan sebelum kasus HIV pertama terjadi di Indonesia.
§    1988: Dengan ditemukannya kasus AIDS pertama pada seorang turis asing dan mulai menyebarnya virus ini (meski masih lambat dan sedikit), Depkes menugaskan beberapa laboratorium menjadi pusat pemeriksaan HIV.
§    1989: Pemerintah memulai program surveilens terbatas, yaitu dengan memeriksa PSK dan hasil donor darah yang dikumpulkan PMI (Palang Merah Indonesia).
§    1993: Proses pelibatan berbagai stakeholder dimulai. Proses ini berpuncak pada:
-          keluarnya Keppres 36/1994 tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), yang kemudian diperbaharui dengan keluarnya Keppres 75/2006. Dengan Keppres yang baru, komisi berkewajiban melaporkan secara langsung pada presiden tentang status AIDS di Indonesia setiap 3 bulan
-          keluarnya Keputusan Menteri Kesehatan tentang struktur dan fungsi KPA
-          peluncuran Strategi Nasional Menghadapi HIV/AIDS yang pertama
-          membuka Sekretariat KPA
§    2000-2001: Indonesia berpartisipasi dalam kesepakatan internasional tentang HIV/AIDS, yaitu:
-          United Nations General Assembly Special Session on HIV/AIDS (UNGASS)
-          Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Summit Declaration on HIV/AIDS 
§    Mei 2003: Pemerintah menggalakkan Kampanye Kondom 100% dan harm reduction bagi IDUs.
§    2004:
-       Januari: Pemerintah nasional dan daerah menyatukan komitmen dalam Deklarasi Komitmen Sentani dalam rangka menanggulangi HIV/AIDS melalui sebuah gerakan nasional. Isi dari deklarasi tersebut:
1.       menyebarluaskan penggunaan kondom pada semua hubungan seksual berisiko tinggi
2.       harm reduction bagi IDUs
3.       memperbaiki layanan kesehatan, termasuk penyediaan pengobatan ARV
4.       mengurangi stigma dan diskriminasi
5.       membentuk atau merevitalisasi KPA daerah
6.       menyediakan perundang-undangan dan pendanaan yang mendukung program pemberantasan HIV/AIDS
7.       menyebarkan upaya multisektoral yang dipandang efektif
-       Indonesia juga bergabung dengan kampanye global WHO dalam penyediaan ARV untuk pasien yang membutuhkan. Targetnya adalah menjangkau 3 juta orang di tahun 2005. Untuk merealisasikan target tersebut, dibutuhkan perluasan layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan CST (Care, Suppot and Treatment).
-       Dengan dana dari Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, pemerintah meluncurkan fase pertama dari program pelatihan untuk 25 rumah sakit di 14 propinsi.[2] Hasilnya, di akhir 2004 Indonesia memiliki lebih dari 60 pusat pelayanan VCT.
-       28 April 2004, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri nomor 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
 
§    2005:
-       Pemerintah memfasilitasi pelatihan tim ARV di 50 rumah sakit tingkat propinsi dan daerah, untuk memastikan tersedianya minimal satu pusat pemeriksaan (lengkap dengan layanan VCT, CST dan ARV) di setiap propinsi.
-       Pemerintah menyediakan dan memberikan reagen yang dibutuhkan untuk pemeriksaan HIV di pusat-pusat pemeriksaan.
-       Pemerintah mengadakan pengobatan gratis, termasuk layanan pengobatan ARV, bagi 10.000 pasien.
-       Komisi di MPR yang menangani masalah kependudukan dan pembangunan Indonesia bekerjasama dengan Komisi Penanggulangan AIDS dan USAID serta AusAID mengadakan penelitian untuk merekomendasi amandemen UU yang dianggap merintangi upaya pemberantasan HIV/AIDS. UU yang diteliti meliputi UU tentang kesehatan, epidemi, narkotika dan obat-obatan psikotropika.
 
♣     2006:
KPA mengeluarkan Strategi Nasional dan Rencana kerja Penanggulangan HIV/AIDS untuk tahun 2007 – 2010. Rencana kerja ini akan menjadi pedoman pelaksanaan pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV, termasuk di dalamnya sasaran program, kerangka monitoring dan evaluation, serta anggaran intervensi.
 
♣     2009:
Akan dilaksanakan pertemuan dua-tahunan International Congress on HIV/AIDS in Asia and the Pacific ke-9 di Bali.

 
[1] Dirangkum dari Nafsiah Mboi & Karen H. Smith, “Current Status of HIV/AIDS in Indonesia and Prospects for its Spread”, dalam Fighting a Rising Tide; WHO: HIV/AIDS in the South-East Asia Region, Maret 2007; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Desember 2007.
[2] Program ini disahkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 78/MENKES/SK/VII/2004 dan meliputi propinsi Papua, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jakarta, Sumatra Selatan, Riau, Kepulauan Riau dan Sumatra Utara.

Comments :

1
Lilian Wale said...
on  

There are some natural remedies that can be used in the prevention and eliminate diabetes totally. However, the single most important aspect of a diabetes control plan is adopting a wholesome life style Inner Peace, Nutritious and Healthy Diet, and Regular Physical Exercise. A state of inner peace and self-contentment is essential to enjoying a good physical health and over all well-being. The inner peace and self contentment is a just a state of mind.People with diabetes diseases often use complementary and alternative medicine. I diagnosed diabetes in 2000. Was at work feeling unusually tired and sleepy. I borrowed a glucometer from a co-worker and tested at 760. Went immediately to my doctor and he gave me prescription like: Insulin ,Sulfonamides, but I could not get the cure rather to reduce the pain and brink back the pain again. I found a woman testimony name Comfort online how Dr Akhigbe cure her HIV  and I also contacted the doctor and after I took his medication as instructed, I am now completely free from diabetes by doctor Akhigbe herbal medicine.So diabetes patients reading this testimony to contact his email     drrealakhigbe@gmail.com   or his Number   +2348142454860   He also use his herbal herbs to diseases like:SPIDER BITE, SCHIZOPHRENIA, LUPUS,EXTERNAL INFECTION, COMMON COLD, JOINT PAIN, BODY PAIN, EPILEPSY,STROKE,TUBERCULOSIS ,STOMACH DISEASE. ECZEMA, PROGERIA, EATING DISORDER, LOWER RESPIRATORY INFECTION,  DIABETICS,HERPES,HIV/AIDS, ;ALS,  CANCER , MENINGITIS,HEPATITIS A AND B, THYROID, ASTHMA, HEART DISEASE, CHRONIC DISEASE. AUTISM, NAUSEA VOMITING OR DIARRHEA,KIDNEY DISEASE, WEAK ERECTION. EYE TWITCHING PAINFUL OR IRREGULAR MENSTRUATION.Dr Akhigbe is a good man and he heal any body that come to him. here is email    drrealakhigbe@gmail.com    and his Number +2349010754824

Post a Comment

 
Design by Piet Puu and Special Thanks for emailmeform